Museum Pasifika Launching Buku “Transcultural Expression Tahiti Bali”


Museum Pasifika di Nusa Dua, kembali mengadakan acara peluncuran sebuah buku, Jumat (22/3).

Mangupura (SpotBaliNews) –
Museum Pasifika di Nusa Dua, sebagai satu-satunya Museum Seni Asia Pasifik terbesar di kawasan Asia Pasifik, kembali mengadakan acara peluncuran sebuah buku, Jumat (22/3). Kali ini buku yang di soft-Iaunching berjudul “Museum Pasifika : Transcultural Expression Tahiti Bali”, yang juga merupakan buku kedua yang diterbitkan oleh Museum Pasifika.

Buku tersebut berisikan tentang beberapa karya seniman pada saat mereka berada di Tahiti. Beberapa seniman ini “mengikuti rekam jejak” Paul Gauguin yang berkunjung ke Tahiti sebelum pada akhirnya mereka berkunjung ke Bali. Diantara beberapa seniman tersebut adalah Miguel Covarrubias (Meksiko), yang menulis buku tentang Bali ”T he Island Of Bali.”, Andrien-Jean Le Mayeur (Belgia), dan Theo Meier. Dua pelukis terakhir bahkan menikah dengan wanita Bali selama mereka menetap di Pulau Dewata.

Buku setebal 260 halaman ini sebelumnya sudah pemah dilaunching di Kedutaan Indonesia di Perancis pada tanggal 23 November 2017. Dimana saat itu turut dihadiri Dubes RI untuk Perancis, l-I.E Hotmangaraja Panjaitan, Managing Director ITDC Nusa Dua Ngurah Ardita, serta pengarang buku yaitu Mr. Yann Le Pichon dan Mr. Alain Coel.

Co-Founder Museum Pasifika, Mr.Philippe Augier, foto bersama Dubes RI untuk Perancis, l-I.E Hotmangaraja Panjaitan, Managing Director ITDC Nusa Dua Ngurah Ardita, serta pengarang buku yaitu Mr. Yann Le Pichon dan Mr. Alain Coel.

Acara peluncuran buku juga menjadi salah satu bentuk kerjasama antara Museum Pasifika dan pihak Konsulat China. Dengan mengundang beberapa Travel Agents dari China Diharapkan nantinya akan dapat memperkenalkan tentang museum-museum yang ada di Bali, khususnya Museum Pasifika yang beralamat di Kompleks ITDC blok P Nusa Dua.

“Upaya tersebut diharapkan pula akan dapat memberikan alternatif baru bagi tujuan wisata para pengunjung dari China. Yang tentunya akan makin mendongkrak angka kunjungan wisatawan dan China untuk datang ke Bali, ” ujar Co-Founder Museum Pasifika, Mr.Philippe Augier.

Sebagai satunya-satunya Museum Seni Asia Pasifik terbesar saat ini di wilayah Asia Pasifik, yang memiliki koleksi lebih dari 600 karya seni (terutama koleksi berupa lukisan) dari 200 artis dari 25 negara. Pihak museum menerima kunjungan dari rombongan Konjen China dan mengajak berkeliling ke 11 ruangan yang ada di Museum Pasifika.

Sementara itu, menurut Managing Director ITDC Nusa Dua Ngurah Ardita, launching buku ini salah satunya untuk menarik wisatawan asing, khususnya Cina untuk datang ke Pulau Dewata ini,yang kini posisi kunjungannya ke Bali peringkat pertama, yakni lebih unggul dari wisatawan Australia.

Lanjutnya, museum Pasifika, yang terletak di Nusa Dua ini juga, sengaja didirikan sebagai lembaga permanen untuk memamerkan gaya dan bentuk ini untuk dipelajari dan dinikmati semua umat manusia. Dengan lebih dari ratusan karya yang dipajang secara permanen, museum ini merupakan pelengkap penting bagi sejumlah museum publik di Bali dan kawasan ini. Masing-masing dari sebelas paviliun diwakili: Indonesia, Italia, Belanda, Indo-Eropa, Pameran, Indocina, Polinesia, Pasifik, Tapa dan Asia, dengan artikel menarik dan berwawasan luas oleh beberapa pakar seni terkemuka dunia.

“Museum Pasifika, yang pertama dari jenisnya di bagian dunia ini, adalah untuk menghadirkan seniman dari daerah Pasifik ke Asia Tenggara, kepulauan Indonesia dengan pulau Bali yang menjadi titik pertemuan kedua dunia,” jelasnya.

Karya Seni Terpilih dari Asia Pasifik adalah penghargaan untuk warisan artistik dan budaya di wilayah ini dan merupakan sumber daya yang diperlukan untuk semua yang tertarik pada wilayah yang menarik dan kompleks yang kita kenal sebagai Asia Pasifik. Meskipun relatif baru dibandingkan dengan kebanyakan museum di Bali, Museum Pasifika adalah rumah dari koleksi karya seni yang luas dari seluruh wilayah Asia Pasifik. “M kami untuk melestarikan dan membocorkan tradisi beragam dan beragam rakyatnya, serta untuk menempatkan ini berdampingan dengan oeuvres signifikan dari abad ke-20 yang mengomunikasikan tidak hanya persepsi seniman asing yang bepergian ke daerah ini di dunia , tetapi juga “melting pot” budaya yang berasal dari pertukaran semacam itu, tandasnya. (red)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

%d blogger menyukai ini: