Denpasar (SpotBaliNews) –
Ada yang menarik saat pembukaan Bulan Bahasa Bali Kota Denpasar, Selasa (12/2), di Lapangan Lumintang Denpasar. Walikota Denpasar IB. Rai Dharmawijaya Mantra ngewacen (membaca) sloka yang kemudian dijawab (artos) Sekda AAN. Rai Iswara. Pembacaan sloka ini sekaligus menandai dibukanya pelaksanaan Bulan Bahasa Bali Kota Denpasar ahun 2019. Berbagai perlombaan kesustraan Bali menghiyasi pelaksanaan Bulan Bahasa Bali yang sebelumnya telah dilakukan secara serentak di seluruh wilayah desa di empat kecamatan di Kota Denpasar.

Bulan Bahasa Bali di Kota Denpasar melibatkan kalangan siswa, ibu-ibu PKK, sekeha teruna hingga Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemkot Denpasar. Para peserta mengikuti sejumlah lomba antara lain Lomba Nyurat Aksara Bali tingkat Sekolah Dasar, Lomba Nguwacen tingkat sekaa teruna, Lomba Mesatwa Bali tingkat Ibu-Ibu PKK, Lomba Ngewacen Puisi Bahasa Bali tingkat SMP, Debat Bahasa Bali tingkat SMA, dan Lomba Sambramawacana dari pimpinan OPD Pemkot Denpasar. Para pemenang dari perlombaan Bulan Bahasa Bali Kota Denpasar ini otomatis akan menjadi duta Kota Denpasar dalam lomba Bulan Bahasa Bali di tingkat Provinsi Bali.
“Saat ini tidak saja melakukan pelestarian namun dapat secara bersama-sama melakukan penguatan dan pengembagan budaya Bali dengan selalu berpegangan pada Wiweka,” ujar Walikota Rai Mantra.
Pemkot Denpasar dengan keterlibatan penyuluh Bahasa Bali telah melakukan langkah dalam pengembangan dan penguatan kebudayaan Bali. Mulai dari kegiatan festival yang telah dilaksanakan setiap tahun melibatkan para siswa sekolah hingga sekeha teruna. Penguatan ini juga dilakukan dengan mengeluarkan seruan kepada seluruh OPD Pemkot Denpasar yang mewajibkan setiap Purnama, Tilem, dan hari Rabu serta Jumat untuk berpakaian adat Bali dan berbahasa Bali. Saat ini penguatan ini juga dilakukan lewat peraturan Gubernur Bali dalam penggunaan pakaian adat dan bahasa Bali. Bulan Bahasa Bali juga sebagai langkah dalam penguatan keberadaan kesusastraan Bali lewat pelestarian, penguatan dan pengembangan yang diharapkan tidak hilang sebagai jati diri kebudayaan Bali. Modernisasi saat ini diharapkan mampu memperkuat kebudayaan Bali dengan berpikir yang baik mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga berpikir modern mampu ditelaah dengan Wiweka yakni berperilaku yang hati-hati dan penuh pertimbangan. Artinya tidak pernah ceroboh dalam bertindak dengan selalu mempergunakan akal sehat dan pikiran yang positif, serta selalu mengutamakan perbuatan yang baik dan menghindari perbuatan yang tidak baik.
“Sehingga diharapkan lewat Wiweka kita mampu menempatkan antara modernisasi dengan kebudayaan secara baik serta mampu memperkuat dan mengembangkan yang mampu membawa kebudayaan Bali selalu ajeg,’’ ujarnya. (red)