
Denpasar (SpotBaliNews) –
Bali Yang Binal ( atau kemudian disingkat BYB ) adalah sebuah festival seni mural yang lahir dari sebuah kritik pada Bali Biennale di medio 2005. BYB diinisiasi para seniman muda yang waktu itu tergabung dalam Komunitas Pojok dan Komunitas Seni di Denpasar ( KSDD ).
Menurut Ketua BYB, Wis, didampingi Arie dan Ngurah Bob dari komunitas pojok, pada acara Jumpa Pers, Jumat (28/6), di Kubu Kopi di jalan Hayam Wuruk Denpasar, nama Bali Yang Binal sendiri adalah parodi dari Bali Biennale. Dikala Bali Bienna/e yang dikritik mati ditahun pertamanya, BYB justru mampu berjalan hingga ke edisi #7 pada tahun 2017 yang Ialu. Sebagai sebuah festival dua tahunan yang terlahir dari kritik, BYB selalu membawa tema spesifik yang terbungkus dengan baik secara estetik.
Pada edisi kali ini BYB mengangkat tema ”Energi Esok Hari”. Tema ini dipilih sebagai intisari dari semua permasalahan yang sedang atau berpotensi menjadi masalah di masa depan. “Bali mempunyai potensi investasi tinggi yang selalu menjadi obyek menggiurkan untuk dieksploitasi karena peran pentingnya dalam Industri Pariwisata,” katanya. Banyak kebutuhan yang kemudian diadakan atas nama menjaga Bali sebagai tujuan wisata utama di Indonesia. Namun yang kemudian kami sayangkan dan butuh dikritik adalah keputusan-keputusan instan yang dipilih pemangku kebijakan dan investor dalam menentukan arah pembangunan pariwisata.
Keinginan pemerintah dan investor untuk membangun sarana-sarana penunjang pariwisata seperti rencana reklamasi teluk benoa, rencana pembangunan tol lintas utara, rencana pembangunan bandara baru di Bali utara, dan lain sebagainya tentu membutuhkan energi yang besar. Dan kebutuhan energi ini hendak dijawab dengan cepat oleh para pemangku kebijakan tadi dengan membangun sebuah PLTU ( Pembangkit Listrik Tenaga Uap ) batubara baru di Celukan Bawang, Buleleng. “Sebuah langkah yang tergesa-gesa dan bagi kami keliru, karena Bali mempunyai potensi energi serta waktu yang cukup untuk beralih pada penggunaan energi terbarukan dan ramah lingkungan,” jelasnya.
Batubara sudah dikenal sebagai sumber energi fosil yang merusak, tidak hanya dalam proses perubahannya menjadi energi tapi juga sejak proses pengambilannya sampai distribusinya. Berbagai pertanyaan baru kemudian muncul membutuhkan jawaban dan solusi, dan bagi kami batubara bukanlah jawaban dan solusinya.
“Untuk itu kami menarik kesimpulan bahwa dengan kemampuan yang kami miliki sebagai seniman, kami ingin berkontribusi dalam mengkampanyekan penggunaan energi ramah lingkungan, menarik dan bergandengan bersama dengan semua pihak yang peduli lingkungan dan Bali, demi hari esok yang lebih baik,” imbuhnya.
Dalam setiap helatan BYB (hampir) selalu diawali dengan Sawer Nite, sebuah proses penggalangan dana secara swadaya. Sawer Nite juga menjadi pintu gerbang rangkaian acara selanjutnya yaitu Pra-BYB ( pemantapan materi bagi para seniman ), Pembukaan ( sekaligus Technical Meeting ), Jamming Mural & kolaborasi seni, serta acara Malam Seni sebagai Penutup. Sawer Nite telah digelar pada tanggal 19 21 April di Cushcush Gallery dibuka oleh Agung Alit Mitra Bali. Pra BYB juga telah selesai dilaksanakan pada tanggal 16 mei di Taman Baca Kesiman. Pada Pra-BYB selain pemantapan materi juga dilangsungkan pameran Baliho oleh beberapa seniman pendukung Bali Yang Blnal #8.
Baliho-baliho yang sama juga akan dipamerkan di jalan desa Celukan Bawang mulai tanggal 28 Juni sampai 7 Juli 2019 untuk kemudian dibawa lagi ke denpasar untuk dipamerkan pada saat pesta penutupan. Selain pameran baliho, Komunitas Pojok juga akan mengadakan mural jamming di daerah terdampak PLTU pada tanggal 6 7 Juni 2019. Undangan terbuka diberlakukan untuk mural jamming, bagi siapa saja yang ingin berpastisipasi silahkan menghubungi Komunitas Pojok. Main event BYB diikuti oleh 24 seniman dalam dan luar pulau Bali yang akan memural tembok kota Denpasar. Pesta penutupan BYB #8 akan digelar di taman
kota Lumintang pada tanggal 14 Juli 2019. (aya)