Singaraja (Spotbalinews) –
Pemberitaan yang positif amat penting memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat. Terlebih media memiliki peran penting untuk membangun komunikasi publik antara lembaga dan masyarakat. Misalnya, kini ada rencana pembukaan pariwisata dan penerbangan internasional pada 14 Oktober 2021 mendatang, yang dipandang sangat serius digarap pemerintah sekaligus mempersiapkan aturan open border. Hal itu diungkapkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, pada acaraCapacity Building/Media Gathering Tahunan Bank Indonesia di Lovina, Singaraja, mulai 7 hingga 9 Oktober 2021.
“Saat ini masih terus dibahas pemerintah pembukaan pariwisata internasional, sehingga UMKM yang peduli dengan lingkungan dan fashionable itu yang akan banyak dicari. Selain itu, di Bali akan banyak agenda ke depannya, tidak terkecuali pertemuan G20, pekerjaan menanti menyambut tamu negara-negara besar dan berkembang dalam sektor ekonomi yang berpengaruh di dunia,” katanya.
Trisno Nugroho, menjelaskan, untuk itu pihaknya senantiasa membangun hubungan yang baik bersama media dengan berbagai kegiatan secara rutin, sehingga program-program Bank Indonesia tersampaikan dengan baik kepada publik.
Ia menambahkan, kegiatan capacity building rutin digelar tiap bulan dan tiap tahun sebagai bentuk sinergitas antara Bank Indonesia dan media.
Dua narasumber dihadirkan dalam Capacity Building ini, yakni Kepala Biro LKBN Antara Bali Edy M. Ya’kub yang membawakan materi Mengelola Isu Ekonomi Dalam Pemberitaan, serta Kepala Perwakilan Bisnis Indonesia Bali Feri Kristianto dengan materi Membaca dan Membahasakan Data BI.
Dalam materinya, Kepala Biro LKBN Antara Bali Edy M. Ya’kub memaparkan, wartawan harus cerdas dalam mengelola isu, terutama pada tiga wilayah yakni, konflik, bencana,dan pariwisata.
“Tiga wilayah itu wartawan harus lebih cerdas. Mengingat, ada potensi resiko yang besar jika isu itu disampaikan secara berlebihan,” kata Eddy.
Ia mencontohkan berita letusan Gunung Agung. Ketika pemberitaan tentang Gunung Agung diblow up secara masif oleh media, dampak yang muncul adalah, sejumlah negara mengeluarkan travel warning bagi warganya yang akan melakukan perjalanan ke Bali. Pihaknya menilai, ada efek berantai yang muncul dari travel warning itu, wisatawan mancanegara membatalkan perjalanan ke Bali, kemudian bandara mendadak sepi, pemesanan kamar hotel dibatalkan dan mengganggu perekonomian Bali.
Ia menegaskan, fakta tentang isu yang tengah hangat di masyarakat memang harus disampaikan ke publik. Namun, wartawan perlu menghitung dampak yang akan muncul dari pemberitaan ke depannya.
Lanjut Edy, wartawan pun harus pandai mengolah fakta-fakta, risiko berita, analisis berita, konflik bencana, dan akhirnya harus mampu memberikan solusi dalam menangani fakta tersebut.
“Tentu saja kita sadari pariwisata hampir 50% ada di Bali. Jadi berita tidak semata-mata mengenai fakta di lapangan saja, tetapi bisa juga menyuguhkan solusi Satgas atau Pemerintah, nah itu ditulis untuk dibaca para pembaca,” jelasnya.
Ia turut menyinggung dalam kekinian zaman yang serba digital, hadirnya media sosial (Medsos) dipandang sebagai ruang opini yang tidak ada penanggung jawabnya. Tentu saja produk-produk info tertentu dapat terhasut isu atau opini publik yang kurang sah atau valid informasinya.
Sementara, Kepala Perwakilan Bisnis Indonesia Bali Feri Kristianto memaparkan bagaimana cara menulis berita ekonomi dengan menyajikan data.
“Pola komunikasi menjadi penting sebelum menulis berita dan saat ada isu krusial atau penting, dimana peran tokoh-tokoh tinggi di pemerintah dapat menangkal isu, dan memberi klarifikasi prioritas dalam penangannya,” tandasnya.(Aya)