
Jogjakarta (SpotBaliNews) –
Bank Indonesia Wilayah Provinsi Bali, beserta sejumlah pengurus kelompok tani di Bali berkesempatan belajar dalam pengembangan usaha gula semut di Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
Rombongan Bank Indonesia terdiri para petani dan kalangan media mendatangi kelompok Uperma Suropati (control prosessing unit) Soropati, Kokap, kulonprogo Serba Usaha (KSU) Jatirogo, Kulonprogo, Sabtu (27/4/2019).
Selain itu, rombongan BI juga mendatangi Koperasi Serba Usaha (KSU) Jatirogo yang melakukan packaging gula semut untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Menurut Ketua Koperasi Serba Usaha (KSU) Jatirogo, FX Hendro Utomo, bangkitnya gula merah di Kulon Progo dimulai sejak tahun 2006. “Latar belakang kami bangkitkan produksi gula semut karena sebagian warga Kulon Progo berprofesi sebagai penderes dan pembuat gula merah batok. Cuma yang memprihatinkan, harganya murah. Makanya kami pelan-pelan ajari warga beralih ke produksi gula semut,” kata Hendro.
Dia melanjutkan, harga gula merah batok dahulu hanya berkisar Rp 4.000 – Rp 6.000 per kilogram. Belakangan harga ini telah mulai membaik. Sedangkan harga gula semut adalah US$ 3,2/kg.
Hendro mengatakan, selama ini pasar internasional yang telah menjadi sasaran penjualan gula semut Jatirogo adalah negara Australia, Amerika Serikat, New Zealand, Eropa, Jepang dan Rusia.
“Kapasitas produksi petani rata-rata 4,5 ton per hari. Untuk pasar lokal berkisar 1 ton/bulan. Keseluruhan produk yang kami pasarkan sekitar 60 ton per bulan. Jumlah petani yang bergabung di Jatirogo adalah 1.500 petani penderes,” ujarnya.
Ke depan, katanya, pihaknya berencana memperkuat pemasaran domestik, termasuk di Bali. Hal ini dikarenakan Bali adalah daerah international dan banyak berjubel hotel dan restoran.
“Mengingat banyaknya hotel dan restoran di Bali, maka terbuka peluang untuk memasarkan produk. Apalagi produk kami ini memiliki sertifikasi organik, sehingga bisa menjual dengan harga lebih tinggi,” katanya.
Sementara itu, menurut Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan KPwBI Provinsi Bali, Leo Ediwijaya didampingi Manajer Produksi Pelaksana dan Pengembangan UMKM Bali Made Rai Subawa, mengungkapkan, kedatangan mereka untuk belajar gula semut yang memiliki potensi menjanjikan.
“Kami belajar sharing tentang gula semut di Kulonprogo yang sudah cukup dikenal, sehingga ada bayangan tentang pengembangan gula semut di Bali nantinya ,” ujarnya.
Meski gula semut sudah cukup dikenal, hanya saja di Bali belum banyak petani di Bali yang serius mengembangkan dalam skala besar atau ekspor.
Salah satu kendala dihadapi dalam hal produksi karena petani di Bali memiliki kesibukan lain seperti kegiatan adat, atau keagamaan. Akibatnya, mereka tidak bisa fokus karena terkendala produksi.
Selain itu, kendala lain umum menyangkut cuaca yang mempengaruhi tingkat produksi gula semut yang belum maksimal.
Dukungan BI untuk mendorong usaha petani ini, terus dilakukan dengan mendampingi tiga tahun sampai betul-betul mandiri. Jikapun tiga tahun belum mandiri, BI tetap mendorong agar sampai mandiri pada akhirnya.
Yang disayangkan, sejatinya Bali memiliki potensi untuk pengembangan gula semut, namun justru mendatangkan dari luar Bali untuk melayani kebutuhan industri perhotelan. “Makanya kami terus mensupport, agar binaan kami petani tetap semangat, bisa dimulai skala kecil rumah tangga, ” tegasnya.
Leo menambahkan, sektor pertanian di Bali yang terlalu mengandalkan pariwisata dan mengalami penurunan seperti akibat penutupan bandara hingga bencana maka menggenjot UMKM dal usaha gula Jawa, bisa menjadi alternatif.
Dengan melihat potensi pasar perhotelan yang cukup besar, tak sedikit yang menggunakan gula merah, maka potensi itu harus dikembangkan. Dukungan Peraturan Gubernur Bali yang mewajibkan hotel dan restoran menyerap hasil pertanian lokal, hal itu cukup menjadi modal bagi pengembangan usaha-usaha UMKM seperti gula merah, sehingga BI mengajak para petani untuk mendalami pengetahuan pengolahan gula merah, packaging atau pengemasan dan pemasaran.
Bank Indonesia, mendorong petani bisa mempersiapkan diri, mulai hulu sampai hilir dengan penanaman gula sampai proses jadi gula semut.
“Kami harapkan petani bisa memahami betul bagaimana sebenarnya usaha gula semut dikembangkan, bagaimana proses pengolahan pemasaran packaging hingga ekspor,” tandasnya. (aya)