Oleh : I Gusti A. Putu Mayuni, S.Sos
PANDEMI Covid-19 dampaknya begitu memprihatinkan bagi kehidupan umat manusia di muka bumi. Gegap gempita Bali yang ditopang kemasyuran pariwisatanya dulu merupakan penggerak ekonomi masyarakat di berbagai bidang usaha. Kini semua luluh lantah karena pandemi. Masyarakat banyak yang kehilangan pekerjaan. Kehidupan masyarakat pun kini makin sulit. Masyarakat miskin yang dulunya hidup sudah pas- pasan ditambah dampak pandemi mereka jadi makin terimpit. Namun demikian proses kehidupan masyarakat tidaklah terhenti. Terutama bagi pasangan usia subur yang hendak merencanakan kehamilan atau sedang dalam fase mengandung, penting memperhatikan 1000 hari pertama kehidupan ( HPK) bagi calon buah hatinya.Salah satu tujuannya adalah mencegah stunting. Inilah tantangan yang harus hadapi.
Pemerintah memang terus melakukan strategi untuk menurunkan angka prevalensi stunting. Salah satu strateginya adalah diterbitkannya Peraturan Presiden ( Perpres) No. 70 Tahun 2021 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. Perpres tersebut merupakan payung hukum dari strategi nasional percepatan penurunan stunting yang sudah dilakukan sejak tahun 2018. Presiden RI Joko Widodo telah menargetkan angka stunting nasional harus turun sebesar 14 persen di tahun 2024.
Bagaimana di Bali? Data Dinas Kesehatan,Provinsi Bali, status gizi balita berdasarkan indeks berat badan dan tinggi badan menurut kabupaten / kota Provinsi Bali menyebutkan, jumlah keseluruhan balita yang ditimbang mulai dari usia 0-59 bulan di seluruh Provinsi Bali sebanyak 149.436 balita. Sementara jumlah balita yang berat badannya kurang (BB/U) pada Kabupaten Jembrana 204 balita, Tabanan 507, Badung 309, Gianyar 643, Klungkung 442, Bangli 352, Karangasem 941 , Buleleng 1.064 dan Kota Denpasar 126 balita. Sehingga total balita yang berat badannya kurang sejumlah 4.586 atau jika dipersentasekan sejumlah 3,1 persen.
Jumlah keseluruhan balita yang diukur tinggi badanya mulai dari usia 0-59 bulan di seluruh Provinsi Bali yakni, sebanyak 148.827 balita. Dengan rincian jumlah balita yang pendek (TB/U) pada Kabupaten Jembrana sebanyak 282 balita, Tabanan 1.219 , Badung 834, Gianyar 1.223 , Klungkung 693 , Bangli 798, Karangasem 1.765, Buleleng 2.057 balita dan Kota Denpasar 232 balita. Sehingga total balita yang pendek sejumlah 9.083 atau jika dipersentasekan sejumlah 6,1 persen.
Jumlah keseluruhan balita yang diukur dengan indeks tinggi badan dan berat badan untuk perhitungan gizinya mulai dari usia 0-59 bulan di seluruh Provinsi Bali sejumlah 148.856 balita. Adapun rincian jumlah balita yang gizinya kurang (TB/BB) pada Kabupaten Jembrana sebanyak 122 balita, Tabanan 433, Badung 312, Gianyar 503, Klungkung 250, Bangli 179, Karangasem 569, Buleleng 679 balita, dan Kota Denpasar 108 balita. Dari data tersebut jumlah total balita yang gizinya kurang sebanyak 3.162 balita atau dalam jika dipersentasekan sebanyak 2,1 Persen.
Dari data tersebut, penting bagi masyarakat atau keluarga agar di masa pandemi ini tidak mengabaikan periode emas anak. 1000 HPK merupakan periode emas buah hati yang sangat menentukan keberlangsungan kehidulan anak ke depannya. 1000 HPK disebut periode emas karena pada periode ini terjadi perkembangan yang pesat pada sel – sel otak dan terjadi pertumbuhan serabut- serabut syaraf dan cabang- cabang sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks 80 persen yang nantinya akan menentukan kualitas manusia di masa depan. 1000 HPK dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan ( 270 hari) sampai anak berusia 2 tahun (730 hari).
Apabila ada kekurangan gizi maka akan mudah terserang penyakit saat bayi dan balita serta risiko kematian meningkat. Dampak jangka panjangnya akan meningkatkan risiko obesitas dan penyakit kronis ( diabetes, penyakit pembuluh darah jantung, dan otak) di masa lanjut. Terjadinya anak stunding ( anak pendek kurang gizi). Penurunan tingkat keceedasan anak. Apabila bayi perempuan kurang gizi, maka kelak akan berisiko akan melahirkan bayi berat lahir rendah ( BBLR). Lantas apa yang bisa dilakukan? Pertama yakni persiapan sebelum hamil, pelayanan PUS dan WUS ( pemeriksaan kesehatan dan konseling gizi, asupan gizi yang baik untuk PUS. Kedua, di masa kehamilan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan. Makanan bergizi bagi ibu selama hamil, pemberian tablet tambah darah, azam folat, pemberian imunisasi tetanus, toxoid ( TT), konseling persiapan persalinan, penanggulangan kecacingan pada ibu hamil, pemberian makanan tambahan pada ibu hamil kurang energi kronis.
Saat persalinan, nifas, dan menyusui, persalinan dilakukan oleh tenaga keehatan, konseling inisiasi menyusui di ( IMD) pemberian ASI ekslusif, dan pemberian makanan pendamping ASI ( MP- ASI), nutrisi yang tepat dan optimal selama menyusui, dan pelayanan KB pasca persalinan. Ketika sudah bayi sampai balita, selain pemberian ASI ekslusif selama 6 bulan, ditambah dengan MP-ASI dengan nutrisi tepat dan optimal, juga dilakukan pemberian imunisasi dasar lengkap, tablet vitamin A dan tablet anti cacing plus pemantauan pertumbuhan memakai kartu menuju sehat ( KMS) dan pemantauan perkembangan memakai kartu kembang anak ( KKA). Hasil Riskesdas diketahui bahwa 17,3 persen wanita hamil di Indonesia masih mengalami kurang energi kronik ( KEK) dan 48, 9 persen ibu hamil memgalami amnemia. Tetap patuhi prokes dan smoga pandemi cepat berlalu.*
Penulis : Koordinator PKB/PLKB Kecamatan Denpasar Utara, Perwakilan BKKBN Provinsi Bali.