Dukung ‘One Island One Management’ KPwBI Gelar FGD Pariwisata


Focus Group Discussion (FGD) Pariwisata dengan tema “Synergy and Harmony in One Island-One Management-One Voice” yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Propinsi Bali, pada Selasa (6/8) di gedung KPwBI, Denpasar.

Denpasar (SpotBaliNews) –
Bali yang telah lama hidup dari sektor pariwisata, mengalami banyak permasalahan di bidang pariwisata. Selama ini persoalan – persoalan Bali telah banyak dikupas dan dibahas. Salah satunya dalam program Focus Group Discussion (FGD) Pariwisata dengan tema “Synergy and Harmony in One Island-One Management-One Voice” yang digelar Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Propinsi Bali, pada Selasa (6/8) di gedung KPwBI, Denpasar.

Dalam FGD ini, fokus bergerak menuju One Island One Management dalam pengembangan pariwisata untuk memberikan kesejahteraan pada masyarakat. Ke depan, diharapkan tak ada lagi ketimpangan. Tak ada lagi multi management. Yang ada, hanya pola One Island One Management. Ini menjadi solusi untuk mengatasi pembangunan Bali yang masih timpang.

Selain itu, pembangunan dengan konsep manajemen satu pulau harus dimulai dari sektor promosi. Ada empat pilar pariwisata Bali yaitu destinasi, pemasaran, kelembagaan atau tata kelola, dan industri. Semuanya harus dikelola bersama dengan konsep tersebut. FGD ini melibatkan berbagai pihak terkait juga dihadiri pula Ka.KPw BI Bali Trisno Nugroho, Plt. Kadisparda Bali Puti Astawa dan Ketua GIPI Bali IB Agung Partha Adnyana.

Menurut praktisi MICE Ketut Jaman,
Bali selama ini lebih banyak berpromosi untuk datangkan wisata leisure (pelesiran). Padahal potensi yang dimiliki masih banyak belum tergarap maksimal, seperti wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). “Bali punya potensi wisata MICE yang sangat besar. Kalau ini digarap lebih serius, maka akan sangat membantu mendongkrak kunjungan wisatawan,” ujarnya.

Lanjut Jaman, Bali memiliki sarana dan prasarana memadai untuk wisata MICE ini. Bahkan punya cukup kemampuan untuk menggarap potensi ini. Seperti ketika pelaksanaan IMF-World Bank yang menghadirkan puluhan ribu peserta di Nusa Dua tahun lalu yang berjalan sukses.
Dari pengalaman itu, tambah Jaman, sebenarnya Bali sudah memiliki modal besar untuk menggarap MICE ini lebih luas lagi. “Saya yakin kalau badan khusus untuk menggarap MICE ini bisa dibentuk dan proaktif menjemput bola, maka event-event besar yang banyak di luar negeri bisa dibawa ke Bali,” tambah Managing Director Melali MICE ini.

Untuk itu ujarnya, kalau ingin mengembangkan wisata MICE ini lebih profesional maka Bali harus memiliki lembaga/badan yang khusus mengurus hal itu. “Ya semacam Bali Convention Biro atau Bali Convention Board. Yang tugasnya pertama mempromosikan sarana dan prasarana sebagai destinasi MICE. Kedua aktif ikut bidding-bidding di luar negeri. Jadi kita bisa gaet event-event internasional ke Bali,” jelasnya.

Saat ini belum ada wadah yang khusus menangani wisata MICE ini. Padahal dari segi pendapatan sangat besar karena mampu mendatangkan peserta yang banyak dengan spending yang besar. “Wadah ini juga takkan tumpang tindih dengan yang lain sebab tugasnya berbeda. Ini kan khusus, jadi tak cari wisatawan perorangan,” tegasnya.

Di sisi lain, menurut pengamatannya saat ini kontribusi wisata MICE diakui belum maksimal. Kondisi ini juga bisa menyebabkan sarana dan prasarana yang ada jadi kurang efektif.mengadakan diskusi pariwisata setiap tahun di Jakarta dan Bali. Diskusi rutin ini bertujuan untuk memberikan masukan melalui evaluasi dan pencapaian serta tantangan – tantangan yang akan dihadapi oleh Kementerian Pariwisata Indonesia. “Selain itu, kami juga merancang berbagai macam aktivitas dan program seperti seminar nasional terkait pasar Tiongkok dan India. Seminar ini dengan mengundang berbagai narasumber yang memadukan perspektif Penta Helix yaitu akademisi, pemerintah, bisnis, komunitas, dan media,” jelasnya.

Hal senada diungkapkan Ka.Kpw BI Bali, Trisno Nugroho. Katanya, untuk meningkatkan kunjungan wisatawan, wisata MICE dinilai strategis untuk mengisi bulan-bulan sepi kunjungan. “Apalagi dari sisi pendapatan, MICE cukup besar,” ujar Trisno.

Di FGD ini juga terungkap ancaman terbesar pariwisata Bali adalah over supply kamar hotel. Berdasarkan analisis akademisi pariwisata Universitas Udayana (Unud), saat ini jumlah kamar di Bali sebanyak 146.000, sedangkan kebutuhan hanya 90.000 kamar. Pasokan kamar hotel di Bali terus mengalami penambahan. Berdasarkan survei Bank Indonesia KPw Bali, pasokan perhotelan di Bali pada triwulan II 2019 meningkat 3,44 persen (qtq) atau 6,54 persen (yoy). Penambahan pasokan ini dikontribusikan oleh pembangunan hotel di daerah Sanur dan Seminyak. Pasokan kamar hotel didominasi oleh hotel bintang 4 (44,71 persen), bintang 5 (38,78 persen), dan bintang 3 (16,52 persen).

Akademisi Pariwisata Unud Agug Suryawan mengatakan, ancaman terbesar pariwisata Bali adalah over supply kamar hotel. Yang harus dilakukan adalah menyelesaikan itu. Jika tidak, pariwisata berkelanjutan tidak akan terjadi apalagi pariwisata berkualitas. ”Sampai 10 tahun ke depan pun Bali tidak perlu penambahan kamar, walaupun pertumbuhan kunjungan wisatawan 20 persen. Jadi, stop pembangunan hotel,” katanya,

Tokoh pariwisata Bali yang juga pemilik Bagus Agro Pelaga, Bagus Sudibya, menyatakan, masalah over supply adalah tugas regulator untuk membatasinya dengan regulasi. Supply harus dijaga, maka dari itu diperlukan komitmen. “Kalau okupansi ratenya belum 70 persen, jangan diberikan membangun lagi. Dengan demikian, maka akan tercipta quality tourism,” jelasnya.

Bagus dari Imigrasi Denpasar menyampaikan, dukungan Imigrasi untuk keberlanjutan pariwisata Bali adalah dari sisi keamanan. Pihaknya telah melakukan pengamanan 24 jam di Bandara Ngurah Rai sejak tahun 2016. Menurutnya, penurunan kunjungan wisatawan karena kuantitas. Wisatawan yang datang ke Bali karena traveling lalu pindah-pindah tempat. Untuk menarik kunjungan wisman, Imigrasi memberikan promo kunjungan kerja sambil liburan. (red)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.