
Mangupura (SpotBaliNews) –
Ada apa dengan hukum di Kejaksaan Tinggi Bali ini. Kata itulah yang keluar dari terdakwa I Made Anom Antara (49) melalui penasehat hukumnya MHD.A.Raja Nasution,SH, Selasa (11/6).
Bagaimana tidak, tanah milik terdakwa seluas 3,17 hektar yang berada di wilayah Pecatu di jual tanpa sepengetahuannya. Tidak hanya itu, tandatangan dalam surat jual beli tanah juga dipalsukan. Anehnya, saat dilaporkannya ke Polda Bali justru pemilik tanah dijebloskan ke sel didudukan sebagai terdakwa di kursi pesakitan dalam perkara kasus penipuan.
“Kejanggalan dalam perkara ini, dimana klien kami oleh jaksa sebelumnya yang ditunjuk sempat tiga kali ditolak karena berkas tidak lengkap dan memenuhi unsur pidana. Anehnya, pihak petinggi di Kejati langsung menunjuk Jaksa baru yang tanpa menyertakan Jaksa sebelumnya. Hingga akhirnya oleh Jaksa Anom selaku penuntut umum langsung diajukan ke pengadilan. Ini namanya kasus yang menjerat klien kami telah dimanipulasi,” jengah Raja Nasution.
Termasuk isi dakwaan yang dibacakan oleh Jaksa I Dewa Gede Anom Rai SH dihadapan Hakim pimpinan IGN Putra Atmaja SH.MH dinyatakannya tidak melengkapi isi fakta yang sebenarnya sebelum perkara ini tertuang dalam dakwaan.
Menariknya, pihak terdakwa melalui kuasa hukumnya sangat memohon agar kedua penyidik dari Polda Bali yang menangani kasus ini sebelumnya bisa dihadirkan dalam persidangan di PN Denpasar. Namun hal ini tidak bisa diakomodir pihak Majelis Hakim. Bahkan dari JPU menyatakan bahwa saksi yang diminta tidak berkenan dan punya hak untuk tidak bersaksi dan bisa disampaikan secara tertulis.
“Atas dasar apa kedua penyidik dari Polda Bali yang menangani perkaratan ini tidak bisa dihadirkan. Sesuai amanah dalam Pasal 224 ayat (1) KUHP saksi wajib memenuhi panggilan untuk dimintai keterangannya sebagai saksi dalam menyampaikan keterangan yang sebenarnya. Bilamana tidak memenuhi atau menolak untuk memberikan keterangan maka dapat dikenakan ancaman hukuman selama 9 bulan. Atas hal ini kami merasa keberatan dan akan mengajukan ke MA bahwa Majelia Hakim yang menangani perkara ini tidak dapat mengakomodir permohononan kami sesuai dalam pasal 224 ayat (1) KUHP,” hentak MHD.A.Raja Nasution,SH.
Dirinya menyebut saksi Penyidik Purbalisan dari Polda Bali, ini adalah Kompol AA. Ngr Jaya Utama dan Ipda Agus Hariadi. “Ini tidak adil, saat melakukan penyidikan kedua penyidik ini menggunakan pasal 224 ayat (1) KUHAP untuk memanggil saksi sebagai ancaman. Nah sekarang kok dia tidak bisa mau hadir. Justru berlindung di balik BAP,” ketusnya.
Hal yang mencengangkan lagi, saksi ahli Prof.Swandi Cahya yang dihadirkan JPU untuk upaya memberatkan terdakwa justru keterangannya berbalik meringankan terdakwa. Dimana saksi Ahli Pidana yang merupakan Dosen Universitas Jayabaya, Jakarta ini menyatakan terdakwa tidak bisa dijerat secara hukum.
Dikatakannya terdakwa tidak bersedia menjual tanah atas nama terdakwa. Namun tanah dijual oleh pelapor yang merupakan patner pendirian kondotel sesuai tertuang dalam MOU. Menurut saksi Ahli tidak ada unsur penipuan atau kejahatan terhadap terdakwa dan menyatakan terdakwa tidak bersalah secara hukum.
“Indikasi dugaan kriniminalisasi dalam dakwaan terdakwa dituduhkan 378 jo pasa 55 ayat 1 ke 1 KUHAP. Tidak dapat dibuktikan. Tetapi terhadap Raja Asiva Faranaz yang merupakan rekan patner lain justru dalam fakta di persidangan tidak pernah dijadikan sebagai terlapor atauapun tersangka terkait pasal yang dituduhkan. Atas hal tersebut saksi ahli menyatakan terdakwa jelas tidak bersalah,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui dalam dakwaan dibacakan JPU bahwa terdakwa diduga melakukan tindak penipuan terkait kerjasama dalam perusahaan yang melibatkan beberapa investor.
Akibat dari kerjasama ini, pihak Njoo Daniel Dino Dinatha beserta investor lainnya merasa dirugikan sebesar Rp3,9 miliar atas pembelian saham milik perusahaan terdakwa bernama PT Panorama Bali.
Disebutkan bahwa, perusahaan terdakwa menjual sahamnya dengan melakukan kerjasama membangun sebuah kondetel di lahan milik pribadi atas nama terdakwa seluas 3,17 hektar di Pecatu dekat Hotel Bulgary, Kuta Selatan.
Ditengah perjalanan pihak Dino Dinatha merasa dirugikan lantaran perusahaan milik terdakwa memiliki sejumlah hutang yang harus segera dilunasi. Atas hal tersebut, karena sudah terlanjur membeli saham sehingga melaporkan kasus ini keranah hukum.
Menyikapi ini, Raja selaku Penasehat Hukum terdakwa menegaskan bahwa segalanya telah tertuang dalam MOU saat dilakukan penjualan saham untuk mencari patner mendirikan kondotel.
“Pada intinya sudah ada kerjasama yang tertuang dalam MOU. Bahkan disebutkan ada hutang-hutang, itu tertuang dalam MOU. Lalu dimana letak penipuan yang dilakukan klien kami ? Justru tanah milik klien kami dijual diam-diam dan dipalsukan tandatangannya, inipun sudah kami laporakan ke Polda Bali tetapi kok justru tidak ditindaklanjuti. Justru klien kami yang dilaporkan oleh Dino Dinatha dan direspon cepat penyidik di Polda saat itu,” pungkas Raja Nasution seraya mempertegas bahwa kedua penyidik dari Polda Bali ini harus dihadirkan dalam Persidangan. (red)