Pulihkan Ekonomi Bali Efektif Melalui Diversifikasi Ekonomi

acara Capacity Building Media, Kamis (20/05/2021) di Denpasar, dengan narasumber Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizky Ernadi Wimanda (tengah) dan akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Dr I Gusti Wayan Murjana Yasa SE, MSi (paling kiri) serta dipandu Deputi Direktur Kantor Perwakilan BI Bali Donny H Heatubun.

Denpasar (Spotbalinews) –
Optimisme pemulihan ekonomi Bali dapat dilakukan melalui percepatan penanganan COVID-19 dan diversifikasi ekonomi Bali melalui berbagai sektor potensial. Percepatan penanganan COVID-19 diantaranya melalui peningkatan kepatuhan protokol kesehatan, peningkatan cakupan 3 T (testing, tracing, treatment), dan percepatan peningkatan cakupan vaksinasi COVID-19. Hal itu terungkap pada acara Capacity Building Media, Kamis (20/05/2021) di Denpasar, dengan narasumber Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizky Ernadi Wimanda dan akademisi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Dr I Gusti Wayan Murjana Yasa SE, MSi, serta dipandu Deputi Direktur Kantor Perwakilan BI Bali Donny H Heatubun.

Menurut Dr I Gusti Wayan Murjana Yasa SE, MSi, untuk diversifikasi ekonomi melalui berbagai sektor potensial seperti ekonomi kreatif dan digital, pendidikan, pertanian, kesehatan. Termasuk juga program work from Bali bagi kalangan BUMN.

“Pada Agustus 2020 lalu, sekitar 47,28 persen pekerja di Bali berpendidikan SMP ke bawah. Untuk pengangguran terbuka lebih banyak dari kelompok terdidik dengan jenjang pendidikan Diploma dan Sarjana,” katanya.

Lanjutnya, penyebab pengangguran dari kelompok terdidik ini karena mereka masih memiliki kemampuan secara finansial meskipun menganggur, maupun memilih-milih pekerjaan, di samping juga tidak nyambung antara kebutuhan pasar kerja dengan kompetensi yang dimiliki.

Rizky Ernadi Wimanda

Sementara itu, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Rizky Ernadi Wimanda mengajak pihak-pihak terkait dalam upaya memulihkan ekonomi setempat dari dampak pandemi COVID-19. “Jangan hanya mengandalkan dari rencana dibukanya kunjungan wisatawan mancanegara. Selama di Bali masih ada zona merah, akan sulit wisman mau datang,” kata Rizky.

Menurutnya, pertanian dan pendidikan, menjadi dua sektor yang patut untuk lebih dikembangkan di Provinsi Bali. Di sektor pendidikan misalnya, agar universitas internasional yang ternama juga bisa ada di Bali, seperti halnya banyak universitas yang ada di Inggris juga cabangnya dibuka di Malaysia.

Sementara, untuk sektor pertanian yang saat ini masih banyak menggunakan sistem konvensional, dapat didorong dengan pengembangan “digital farming” dan “smart farming”. “Kalau masyarakat Bali terus hanya bergantung pada kedatangan wisman, maka pertumbuhan ekonomi Bali juga akan makin lama terkontraksi,” jelasnya. Potensi kunjungan wisatawan domestik pada sebelum pandemi pun pertahun cukup besar di atas 10 juta, sedangkan wisman dengan kunjungan 6,2 juta orang.

Pada triwulan I-2021, pertumbuhan ekonomi Bali masih mengalami kontraksi yakni sebesar minus 9,85 persen (yoy). Meskipun kontraksinya sudah sedikit melandai dibandingkan saat triwulan IV 2020 yang sebesar minus 12,21 persen.

Rizky melihat potensi Bali dari sisi industri kreatif dan desain yang begitu luar biasa, pun sangat tepat untuk lebih digarap guna membangkitkan ekonomi Bali. Pihaknya juga banyak mengulas tentang kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dan implementasinya.

Katanya, salah satu tugas utama Bank Sentral atau Bank Indonesia adalah membuat kebijakan makroprudensial. Fungsinya untuk menjaga stabilitas dan kelancaran sistem keuangan. Rizki menggambarkan, prinsip kehati-hatian dalam skala makro yang dimiliki oleh Bank Indonesia berlaku untuk semua bank.

“Misalnya ditetapkan nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.500, maka di bank apapun akan sama, jadi agregat. Sehingga, resiko yang ada di tingkat individual bisa terabaikan,” katanya.

Kebijakan makroprudensial berkebalikan dengan kebijakan mikroprudensial. Rizki mengatakan, mikroprudensial hanya mengarah pada individu perbankan. Tugas itu dilakukan oleh pemerintah.

Rizki menambahkan, ada empat poin di dalam kebijakan makroprudensial ini yakni, adanya resiko pada aktifitas bisnis di sistem perbankan, inovasi produk keuangan yang bermunculan disertai potensi resiko baru, perilaku ambil resiko yang berlebihan dengan mengabaikan ketidakseimbangan di bidang keuangan dan keterhubungan sistem keuangan. “Sehingga akan mengakibatkan dampak krisis yang cepat meluas di dalam dan ke sektor lain,” jelasnya.

Organisasi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral diberikan kewenangan sebagai pengambil kebijakan makroprudensial oleh lembaga keuangan dunia IMF. Bank sentral memiliki pengalaman dalam menganalisis dan mengidentifikasi resiko.

Selain itu, Bank Sentral adalah otoritas moneter yang memberikan umpan balik antara sistem keuangan dan mikro ekonomi secara keseluruhan dan otoritas sistem pembayaran, serta memiliki jaringan yang luas. (aya)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.