Denpasar (Spotbalinews) –
Menurunnya kedatangan wisatawan ke Bali berdampak langsung pada kinerja sektor pariwisata yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Bali. Pertumbuhan ekonomi Bali tahunan menurun mulai dari -1,17% di triwulan 1, -11% di triwulan 2 dan -12,2% di triwulan ketiga tahun 2020. Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Propinsi Bali, Trisno Nugroho, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Bersinergi Membangun optimisme Pemulihan Ekonomi, Kamis(3/12/2020)
Trisno mengatakan, pertumbuhan ekonomi Bali menjadi pertumbuhan terendah di Indonesia. Sebanyak 12 provinsi yang merupakan penyumbang 67% pendapatan nasional pada triwulan III – 2020, mengalami laju pertumbuhan di bawah angka pertumbuhan nasional -3,49%.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang paling dalam terkena dampak COVID- 19 dan terkena dampak paling mendalam. Namun terdapat secercah harapan dimana pada triwulan ke 3, pertumbunan Bali secara triwulanan tumbuh 1,66%. Perbaikan ini dipacu oleh tiga hal.
Pertama, kedatangan wisatawan domestik ke Bali. Kedua, berlanjutnya proyek proyek swasta dan pemerintah yang sempat terhenti selama 3 – 6 bulan di awal pandemi COVID-19. Ketiga, meningkatnya belanja pemerintah termasuk dalam rangka penanganan COVID- 19 di Bali.
Ia mengatakan, mengakhiri tahun 2020, perekonomian Bali diyakini terus membaik. Hal ini didukung oleh berbagai survei yang dilaksanakan oleh Bank Indonesia di Provinsi Bali serta berbagai indikator lainnya. “ Meningkatnya konsumsi masyarakat tercermin dari peningkatan indeks penjualan eceran dan indeks keyakinan konsumen yang menunjukkan peningkatan di akhir triwulan IV. Hal ini sekaligus mencerminkan adanya sikap optimisme masyarakat terhadap perekonomian Bali,” imbuhnya.
Meskipun demikian sektor-sektor seperti konstruksi dan perdagangan masih tumbuh terbatas yang tercermin dari penjualan semen dan jumlah muat kargo yang melemah hingga akhir tahun ini.
Ia menyebutkan, kondisi kestabilan harga di Bali sungguh menenangkan hati. Pada bulan November 2020, Bali mengalami inflasi sebesar 0,81% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi nasional sebesar 1,59% (yoy). “Tekanan harga yang terjadi bersumber dari meningkatnya tekanan harga volatile food, di tengah masih melandainya core inflation dan kontraksi administered prices. Peningkatan harga aneka bawang dan aneka cabai serta daging ayam ras menjadi faktor utama naiknya tekanan harga volatile food,” ujarnya.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan terhambatnya panen komoditas hortikultura, sedangkan kebijakan pemerintah untuk memotong pasokan ayam menyebabkan peningkatkan harga komoditas tersebut dan turunannya. “Rendahnya tekanan inflasi ini merupakan dampak dari COVID-19 yang menyebabkan permintaan melemah. Tekanan inflasi yang rendah juga tidak terlepas dari penurunan aktivitas ekonomi sebagai konsekuensi dari pembatasan sosial,” kata Trisno.
Sementara dari sisi supply, lanjutnya, hasil panen produk hortikultura dan bahan pangan meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu, terutama akibat adanya fenomena El Nino pada tahun 2019.
Ia mengatakan, pandemi COVID-19 juga menyebabkan tertahannya kinerja keuangan daerah. Realisasi belanja pemerintah daerah mengalami penurunan di triwulan III 2020 dibandingkan tahun sebelumnya.
“Sejalan dengan belanja daerah, realisasi pendapatan daerah juga mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun demikian, serapan realisasi belanja maupun pendapatan tercatat meningkat. Serapan belanja per Oktober telah mencapai 66,28%, lebih tinggi dibanding tahun lalu. Sementara itu realisasi pendapatan juga meningkat mencapai 78,57%,” kata Trisno.
Menurutnya, kinerja ini merupakan realisasi terbaik ke 8 dibandingkan dengan provinsi lain di seluruh Indonesia. Meskipun demikian, gerakan untuk mempercepat serapan anggaran harus tetap digiatkan supaya pada akhir tahun realisasinya bisa mendekati 100%.
Ia juga memaparkan, stabilitas sistem keuangan Provinsi Bali hingga Oktober 2020 mengalami perubahan sebagai dampak dari COVID-19. Kinerja kredit melambat hingga hanya tumbuh 1,40% secara tahunan.
“Penurunan terbesar terjadi pada jenis kredit modal kerja berkaitan dengan terhentinya berbagai lapangan usaha, utamanya LU akmamin,” jelasnya. Meskipun demikian, non performing loan masih dalam ambang batas terkendali pada level 2,64%, antara lain sebagai hasil dari program restrukturisasi kredit sebagai salah satu program PEN pemerintah untuk menjaga kesehatan perbankan serta membantu pelaku usaha yang terdampak oleh pembatasan kegiatan untuk mengurangi penyebaran COVID-19.
Sementara itu penghimpunan dana pihak ketiga di Oktober 2020 mengalami terkontraksi sebesar 4,10% secara tahunan. Kontraksi ini terjadi pada rekeningan tabungan dan giro yang terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan masyarakat serta penurunan transaksi perusahaan. Kondisi ini mencerminkan betapa sulitnya dunia usaha Bali menghadapi pandemi covid 19 ini. (Rls)