Jakarta (Spotbalinews) –
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengungkapkan, sistem resi gudang (SRG) berpotensi menjadi instrumen dalam mendukung pengendalian ketersediaan stok dan stabilitas harga komoditas pangan. Sebab, SRG dapat menjadi alternatif instrumen dalam mendukung tata niaga dan distribusi.
Hal itu disampaikan Wamendag Jerry saat membuka seminar web (webinar) bertema “Literasi Sistem Resi Gudang: Penguatan Efisiensi Rantai Pasok dan Stabilisasi Harga Komoditas Pangan” hari ini, Kamis (22/4) di Jakarta. Literasi SRG diharapkan dapat memberikan gambaran komprehensif yang dapat bermanfaat bagi pengembangan SRG ke depan.
Hadir dalam acara tersebut secara virtual Staf Ahli Menteri Perdagangan Bidang Pengamanan Pasar Sutriono Edi, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Artati Widiarti, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey, Bupati Wonogiri Joko Sutopo, Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi, dan Direktur PT Arwinda Perwira Utama Cecep M. Wahyudin. Webinar Literasi SRG diikuti sekitar 400 peserta yang berasal dari pelaku usaha berbagai komoditas.
“SRG berpotensi menjadi bagian dari sistem logistik dan distribusi nasional. Sehingga, ke depan, diharapkan dapat dioptimalkan untuk mendukung pengendalian ketersediaan stok dan stabilitas harga komoditas pangan,” ujar Wamendag Jerry.
Wamendag Jerry mengatakan, SRG bermanfaat sebagai alternatif untuk memperoleh pembiayaan komoditas yang kompetitif. Selain itu, SRG berfungsi sebagai instrumen tunda jual yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku UKM, khususnya petani dan nelayan. Manfaat lain SRG yaitu dapat menjembatani produsen komoditas dengan pasar; menyediakan informasi mengenai ketersediaan, sebaran, mutu dan nilai komoditas; memberikan kepercayaan dan keamanan dalam transaksi perdagangan; dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pembiayaan komoditas yang kompetitif.
Menurut Wamendag Jerry, saat ini implementasi SRG di Indonesia semakin berkembang dan tersebar di beberapa daerah sentra penghasil komoditas, khususnya pertanian. “Pemanfaatan SRG untuk komoditas lain, seperti kopi dan rumput laut menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, pemanfaatan SRG untuk komoditas ikan juga telah diinisiasi di beberapa daerah sentra perikanan,” kata Wamendag Jerry.
Wamendag Jerry menuturkan, partisipasi pelaku usaha komoditas dalam memanfaatkan SRG semakin meningkat. Peningkatan tersebut berdampak langsung pada nilai pemanfaatan SRG dalam tiga tahun terakhir. Pada 2020, nilai transaksi SRG tercatat tumbuh mencapai Rp191,2 miliar atau tumbuh sebesar 71,9 persen. Sementara itu, pembiayaan berbasis SRG pada 2020 juga mengalami peningkatan. Nilai pembiayaan yang tersalurkan mencapai Rp117,7 miliar atau meningkat 84,4 persen.
“Beberapa waktu yang lalu, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 14 Tahun 2021 tentang komoditas yang dapat diresigudangkan. Dalam peraturan ini, terdapat dua tambahan jenis komoditas yang dapat diresigudangkan, yaitu gula kristal putih dan kedelai. Hingga saat ini, total komoditas yang dapat diresigudangkan berjumlah 20 yang terdiri dari komoditas pertanian atau perkebunan, peternakan, kelautan atau perikanan, dan pertambangan,” kata Wamendag Jerry.
Di masa pandemi Covid-19, SRG dapat melindungi para pelaku usaha dengan memberikan mekanisme manajemen stok dan akses pembiayaan. Selain itu, juga dapat mendukung rantai bisnis komoditas di Indonesia, sehingga tidak terjadi stagnasi yang menyebabkan berhentinya operasional pelaku usaha di sisi hulu maupun hilir.
Wamendag Jerry menekankan perlunya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan untuk mengoptimalkan SRG. “Kami mengajak berbagai pihak untuk bersinergi mengoptimalkan pemanfaatan SRG. Kami yakin implementasi SRG yang semakin luas dapat membantu memulihkan ekonomi nasional,” pungkas Wamendag Jerry.
Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Sidharta Utama menambahkan, beberapa kunci sukses dalam pengembangan SRG, yaitu dukungan pemerintah pusat dan daerah, pelaku/lembaga SRG yang mandiri dan profesional, kesiapan dan kelayakan infrastruktur, adanya kepastian jaringan pemasaran untuk komoditas dalam SRG, serta kelembagaan petani atau nelayan yang telah terbentuk kuat di sentra produksi/lokasi gudang.
“Dalam hal dukungan pemerintah, regulasi pemerintah mampu menjamin dan memberikan kepastian hukum, memberikan perlindungan bagi para pemangku kepentingan, serta mendorong tumbuhnya peluang dan iklim usaha yang sehat, khususnya bagi pelaku usaha di sektor logistik dan transportasi,” ungkap Sidharta. (Rls)