Bangli, spotbalinews.com-
Touring Bersepeda Motor menjadi ciri khas Tim Yayasan Kaori Welas Asih (YKWA) dibawah pimpinan Ni Kadek Winie Kaori Intan Mahkota, saat merespons cepat aksi berbalut tali kasih hingga mengunjungi Daerah Tempat Wisata, salah satunya Desa Wisata Penglipuran, Kabupaten Bangli.
Tiba di Desa Wisata Penglipuran, Tim YKWA disambut hangat penuh kekeluargaan oleh Kelian Desa Adat Penglipuran, I Wayan Budiarta.
Disebutkan, Desa Wisata Penglipuran merupakan salah satu desa wisata yang menjadi primadona pariwisata di Bali dan masuk destinasi populer dikunjungi para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara.
Bahkan, semakin hari semakin mendunia keberadaan Desa Wisata Penglipuran, lantaran daya tarik berupa tata ruang desa berciri khas arsitektur bangunan tradisional yang masih terpelihara kelestariannya hingga saat ini.
Oleh karena adat istiadat yang unik, tak mengherankan Desa Wisata Penglipuran mendapat julukan desa terbersih di dunia.
Menariknya lagi, Tim YKWA dapat menghadiri upacara tingkatan Utamaning Yadnya di Desa Wisata Penglipuran.
Bahkan, Tim YKWA dibawah pimpinan Winie Kaori mengapresiasi Karya Ngusaba Nangkan, yang ternyata kembali digelar, sesuai adat istiadat atau Sima Dresta Desa Adat setempat.
Terakhir kalinya, upacara Ngusaba Nangkan dilaksanakan pada tahun 1993, sehingga lebih dari 30 tahun upacara Ngusaba Nangkan ini belum dilaksanakan.
Kelian Desa Adat Penglipuran, I Wayan Budiarta menyampaikan, bahwa Puncak Karya Ngusaba Nangkan dilakukan bertepatan dengan Purnamaning Kapat, yang dipusatkan di Pura Penataran Desa Adat Penglipuran.
“Upacara Ngusaba Nangkan baru kembali dilaksanakan tahun 2024 ini, dikarenakan berbagai faktor, seperti adanya perbaikan infrastruktur atau pembangunan masih dalam proses dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun,” kata Wayan Budiarta, Jumat, 25 Oktober 2024.
Setelah unsur Parahyangan telah selesai dibangun, kemudian melalui Paruman Desa Adat, akhirnya disepakati untuk menggelar Upacara Ngusaba Nangkan sesuai dengan siklus menjalankan Ngusaba Nangkan, minimal 12 tahun sekali, dengan catatan jika tidak ada halangan tertentu.
“Pada intinya, upacara Ngusaba Nangkan sebagai ucapan puji syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berstana di wewidangan Desa Adat Penglipuran atas berkah berlimpah kepada masyarakat setempat,” kata Wayan Budiarta.
Uniknya, Upacara Ngusaba Nangkan dipimpin oleh seorang Jro Kubayan sesuai dengan Tegak Ulu Apat, pada Tata Pemerintahan Adat.
“Itu paling tertinggi adalah Jro Kubayan dan Beliau yang kemudian memimpin upacara adat ini sesuai dengan Sima Dresta yang ada disini,” paparnya.
Selain itu, juga dipersiapkan bakti atau upakara berbahan banten berupa sarana prasarana untuk pelaksanaan upacara ini yang memang semua sarana menggunakan tata cara lokal.
“Jadi, kami melakukan sesuai dengan adat tradisi kami disini, tapi pada intinya tujuannya sama, yaitu mengucapkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan tingkatan paling utama,” paparnya.
Meski demikian, sarana upakara yang digunakan hampir mirip dengan upacara biasanya. Namun, sarana tersebut harus dilengkapi dan disempurnakan.
Untuk kelengkapan Upakara Yadnya itu, lanjutnya dikoordinir oleh Ulu Apat atau Kanca Roras sebagai Peduluan, yang kemudian merancang sarana upakara untuk keperluan upacara Ngusaba Nangkan.
“Upakara disana memakai bayuhan berasal dari potongan babi yang dicari isi dalamnya dan dirangkai kembali untuk menjadi suatu rangkaian yang utuh, sesuai dengan adat kami,” tambahnya.
Tak hanya itu, juga dipersembahkan sarana dangsil, penek dan perlengkapan lainnya, seperti tegen-tegenan yang digantung pada bangunan-bangunan di pura, untuk menambah variasi dan keragaman dalam sarana upakara tersebut.
“Hal itu juga dilengkapi dengan bakti-bakti yang memang jangkep atau lengkap. Biasanya upacara dibawahnya tingkat madya itu biasanya tidak terlalu lengkap, tetapi sekarang ini harus lengkap,” pungkasnya. (Sbn)